Kehidupan tersusun dalam hirarki yang memuat banyak tingkatan. Setiap tingkatan memiliki keunikan dan kerumitan tersendiri. Hanya orang yang futuris, berpandangan jauh ke depan dan orang yang memiliki kesabaran dan kemampuan menahan penderitaan yang sanggup menanjakinya. 

Oleh sebab itu, Aku ingin menapaki tiap anak tangga pendakian menuju muara kehidupan dengan sebaik-baiknya sebelum dicengkeram kematian. Aku ingin mencintai semua mahluk yang layak dicintai. Aku ingin belajar demi memaknai hakikat semesta. Aku ingin meninggalkan nama baik setelah sirna dari hiruk pikuk dunia fana. 

Demikianlah ringkasnya tujuan duniawi yang begitu sederhana tapi sulit diaktulisasikan, terlebih seperti orang seperti aku, pemuda penuh angan yang lemah, polos dan tanpa daya. Tetapi setidaknya, aku adalah salah satu dari sedikitnya orang yang berani dengan lantang memekikkan “masa depan adalah milik kita!” di depan generasi yang hampir kehilangan jati dirinya.

Tampak sangat ambisius dizaman yang penuh rasa pesimisme ini. Apakah salah? Apakah saya termasuk orang yang terkena delusi megalomania? Ah, sulit memang menjawabnya.
Setidaknya aku memiliki dalil-dalil pembenaran untuk tetap menyongsong masa depan dengan optimistis. Lagi pula,  bagaimana bisa Aku menjadi seorang yang pesimis ketika keadaanku begitu miris? Bagaimana bisa Aku terpaku membisu dan sibuk mengeringkan air mata, meratapi diri sambil mendamba-damba pertolongan ketika banyak pejuang mimpi sebelumnya yang kehilangan asa? Bagaimana bisa Aku menyulitkan diri dengan memaki diri ketika hidup dizaman yang serba sulit ini? Sulit hidup tenang, sulit mempercayai, sulit ikhlas, sulit belajar dan bahkan sulit untuk sekedar memiliki waktu yang merdeka.


Padahal, kunci keberhasilan adalah tetap menanamkan harapan untuk berhasil di dalam hati. Kemudian meyakininya dengan seyakin-yakinnya keyakinan yang diiringi doa tiada henti. Seperti kata Montgomery, bahwa sebelum segala sesuatunya terjadi, sesungguhnya peperangan itu telah dimenangkan terlebih dulu di dalam hati para pelakunya.

Toh sangat penting pula untuk diketahui, manusia yang tidak memiliki ambisi untuk menjadi manusia yang jauh lebih baik dalam berbagai aspek adalah manusia yang tidak berkualitas. Manusia yang terbiasa mencela, mengolok-olok manusia lain yang sedang berjuang mempertahankan sucinya idealisme kebenaran, padahal aib ada pada diri mereka sendiri. 

Karenanya, Aku tetap meneguhkan hati demi pencapaian mimpi, meski peluangnya begitu kecil untuk terealisasi. Aku tidak akan pernah berhenti sejak Aku memutuskan untuk memulai mendaki puncak-puncak harapan dengan ilmu sebagai petunjuk dan tekad sebagai tangga. Apalagi masih banyak impian yang harus direalisasikan, menyempurnakan dan menyelesaikan impian banyak orang yang belum beruntung untuk menuntaskan. Aku ingin memberikan pemikiran-pemikiran ke arah perbaikan untuk masa depan bangsa dan negara.


Aku bisa berkontribusi lebih jauh untuk memerdekakan dan mencerahkan manusia dari jeratan kapitalisme. Kapitalisme membuat manusia menjadi sangat mekanis seperti mesin. Pemahaman pada manusia hanya dilihat dari aspek rasionalitas efisiensi, Ketika manusia bekerja tidak produktif dan efisien, maka yang bersangkutan akan diganti dengan manusia yang lebih produktif dan efisien sebagaimana layaknya mengganti mesin yang sudah tidak lagi produktif. Nilai manusia tak jauh berbeda dengan sebuah benda.



Tetapi, siapakah diriku hingga merasa pantas untuk melakukannya? Sementara diriku dianggap sumber semua kehinaan di kalangan orang-orang yang membangga-banggakan gaya dan kuasa.

Maka dari itu, dorongan doa dan semangat dari orang-orang tercinta adalah hal yang mutlak harus diraih untuk menghempaskan segala rintangan. Khususnya dari seorang pendamping idaman, yang tenang dan teduh saat kuceritakan kesedihan. Perempuan yang merindukan manja dariku, tapi tak pernah meminta untuk dimanja. Pendamping yang membuat Aku mampu mencetak para pemimpin. Sebab biasanya, perempuan yang berkualitas akan menghasilkan pemimpin yang mulia, pemimpin yang akan menjadi asas dan pilar-pilar kebangkitan suatu zaman.

Sehingga rasa cinta kepadanya mengiringi desah nafasku. Tiadalah aku duduk dan berbicara dengan sekelompok orang, kecuali dia menjadi buah bibir dan bahan pembicaraanku.
 



Sekian.
Selamat Ulang Tahun ke-23

0 komentar:

Posting Komentar

 
Aysan © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top